www.expressindonew.com Manusia memiliki panca indera yang akan menangkap rangsangan ke panca indera dari lingkungan sekitar. Dalam konteks persepsi, mata yang melihat, telinga yang mendengar dan nalar yang menilai akan membangun opini personal terhadap subjek atau objek tertentu.
Hal inilah ketika dialami oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk memposting postingan FB milik Isti Bemo yang mengundang permasalahan antar suku dan adat istiadat,
Padahal permasalahan yang sebenarnya adalah masalah personal antar preman saja, entah dalam hal ini untuk menjaga suatu wilayah yang ada, sebut saja permasalahan pribadi.
Namun demikian dari postingan yang ada sudah klarifikasi dari yang bersangkutan dalam hal ini permohonan maaf kepada suku adat Ormas Minahasa.
Dikatakan Bemo pada postingan resmi media live streaming sulutheadlinews. Minggu (08/05/2022) bahwa sesungguhnya saya tidak berniat untuk menyebutkan suatu suku adat minahasa, karena permasalah dengan oknum tersebut, sehingga saya disebut pencopet (Papancuri) sampai suku gorontalo dan minahasa ikut terlibat dalam penyebutan didalam sebuh postingan live FB," ungkap Bemo
Sementara itu Rahmat Himran selaku
Ketua Umum Gerakan Pemuda Islam (GPI) Seluruh Indonesia, meminta kepada para publik atau warga masyarakat jangan terpancing dengan isue-isue yang memperpecah belah antar suku adat istiadat atau antar umat beragama.
"Sekali lagi ini hanya permainan oknum yang tidak bertanggung jawab atas isi postingan fb tersebut karena mata dan telinga adalah alat indera menampung persepsi yang di olah oleh nalar.
Jika kemampuan bernalar tidak di bangun, akan membuat seseorang dengan mudah terjebak dengan asumsi-asumsi subyektif.
Maka entitas masyarakat yang minim dalam berpikir akan jadi sasaran empuk dan masyarakat awam yang minim berpikir akan dengan mudah di polarisasi untuk membangun sekat-sekat terjebak dalam permasalahan tersebutya.
Tujuannya agar masyarakat awam di polarisasi berdasarkan "sentimen" yang destruktif. Tapi, sayangnya, masyarakat awam tidak di edukasi dengan argumen yang logis dan konstruktif.
Dalam situasi demikian, cipta kondisi dengan rentetan skenario konflik akan di mainkan para dalang hitam dari balik layar. Menggunakan para wayangnya di atas panggung, adegan demi adegan di mainkan dengan aroma dominasi, intimidasi dan manipulasi yang menyengat," ungkap Rahmat Himran.