Foto: Given Tirayoh (ist)
MANADO - Mata pencari bakat pesepakbola akan tertuju di Indonesia pada tahun ini 2022, bersamaan pentas BLiSPI Super League 2022 seri Provinsi Sulawesi Utara (Sulut). Mereka dikirim dari berbagai klub di 15 Kabupaten/Kota untuk mengkonfirmasi siapa saja talenta belia terbaik yang usianya di bawah 10, 12, dan 14 tahun.
Sulut bukan satu-satunya di Provinsi di Republik Indonesia yang menjadi penyelenggara iven prestisius besutan BLiSPI Super League
Mengingat masa ini, warga di daerah nyiur melambai begitu sumringah menyambut 48 tim yang bertarung di babak penyisihan group hingga ke partai final. Pesta sepak bola khusus untuk kelompok umur road to Bandung Jawa Barat pun bergulir meriah di lapangan sepakbola Koni Sario Manado 16 -29 Juli telah selesai dan akan menghasilkan tim yang akan mewakili Sulut di Seri Nasional.
Bocah-bocah ajaib bermunculan di ajang ini. Dia bisa berdiri di bawah mistar gawang, bertugas mengawal pertahanan, menjadi pengatur permainan, menyerang dari sayap maupun menjebol gawang lawan. Untuk kelompok umur 10 tahun, wakil Karame super soccer (KSS), punya Christiano Mulingka dan kiper berbakat Rezal Dzain yang kelak akan bermain di seri nasional. Sedangkan Maesa Sulut yang tak pernah kehabisan generasi emas mengandalkan Given Tirayoh dan Joshua Kawalo, ujung tombak penuh talenta.
Jangan lupakan wakil Salibabu (Talaud), di kelompok U-12 muncul top scorer bernama Diaz Bawias dan dari Maesa Sulut Imanuel Tahumingge. Kedua pemain belia itu diberi tugas memborbardir pertahanan lawan.
Bagaimana dengan Maesa Sulut Khusus kelompok U-14? BLiSPI Super League
menjadi awal kemunculan Akwila Aseng dan Jovi Simboh. Bila di masa sebelumnya Jonathan Kawalo, maka Akwila Aseng disematkan pencetak gol terbanyak ; Ujung tombak Maesa Sulut ini punya kecepatan dan akurasi tembakan. Tubuhnya termasuk mungil untuk ukuran Eropa, tapi justru itu jadi modal dia meliuk dan secepat kilat melewati hadangan pemain bertahan lawan.
Tetapi sesungguhnya mata publik di tribun maupun di pinggiran lapangan Koni Sario tertuju pada Maesa Sulut. Titel sebagai pemenang dalam turnamen tak hanya pantas dibicarakan, karena proses wakil U-10 dari Kota Manado ini menjadi yang teratas sesungguhnya tidak terlepas dari ruh permainan Given Tirayoh. Bocah 10 tahun itu adalah representasi dari pengatur ritme serangan dan eksekusi jala lawan bertipe klasik.
Fungsi playmaker dan sraiker terus berevolusi dari masa ke masa. Sang dirigen memang tak selalu pemain tengah, pernah pula muncul dari belakang seperti halnya pakem yang dimainkan coach Uthe Tahlib di masa silam. Kemudian ketika sepak bola semakin praktis, pengatur permainan pernah dimainkan Hengky Kawalo-straiker di Persma Manado. Tetapi Given Tirayoh menjaga hukum pengatur serangan dan pencetak gol dari sisi tengah lapangan dan menusuk ke jantung pertahanan lawan.
Dia tak memiliki kecepatan seperti Akwila Aseng maupun Jovi Simboh. Juga tidak semasif pendahulunya Jonathan Kawalo kala memombardir pertahanan lawan. Given Tirayoh justru terlihat lambat dan sering menahan tempo. Dia akan melakukan keeping rapat dan mencari ruang, kemudian meluncurkan umpan akurat ke kotak penalti atau melepaskan tendangan ke jala gawang. Dia jenius mengatur ritme dan memiliki visi untuk menaklukan lawan. Dalam usia 10 tahun, Given Tirayoh telah menjelma sebagai playmaker dan straiker matang serupa Lionel Messi dan Gabriel Omar Batistuta saat berada di era keemasan.
Dan paling tidak bila bermain di Tim Banteng United U-11 dan Borneo FC, bukan hal sulit bagi Given Tirayoh mempersembahkan titel Juara bagi Banteng United dan Borneo FC, bila berkompatriot dengan Joshua Kawalo. Membayangkan keduanya adalah duet sempurna dan menakutkan bagi siapa saja. Tentu saja, karena Given Tirayoh akan menemukan teman sekerja dari lapangan tengah dan mata rantai yang hilang saat membangun serangan.
Penulis : Albert P Nalang