EXPRESSINDONEWS--Irjen Pol (Purn) Dr. Ronny Franky Sompie SH,. MH, (RFS) mengaku sangat setuju dengan perhatian dan upaya yang dilakukan oleh bupati melalui Kepala Dinas (Kadis) Ketenagakerjaan Kabupaten Minahasa Utara (Minut), Edwin Ombuh dalam rangka membantu pemulangan korban perdagangan orang dari luar negeri akibat bekerja secara unprosedual.
Sebelumnya Ombuh membeberkan, terdapat kendala teknis dalam hal ini seperti penggunaan paspor dan visa turis, bukan visa kerja ketika korban diberangkatkan ke luar negeri.
"Lantaran Kepala Dinas Ketenagakerjaan Pemkab Minut sudah paham terhadap kendala teknis, maka upaya yang dilakukan oleh Pemkab Minut dalam hal ini adalah upaya pencegahan sekaligus kerjasama dengan BP3MI Manado untuk mengetahui daftar P3MI (Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia) yang memiliki surat izin perekrutan dan penempatan dari Kemenaker, BP2MI dan P3MI tersebut beroperasi di Kabupaten Minut dan Provinsi Sulut untuk merekrut PMI (Pekerja Migran Indonesia) asal Minut dan Sulut," jelas Jenderal.
Eks Direktur Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ini menjelaskan, upaya pencegahan bisa dilakukan dengan cara kerjasama dan menyiapkan para PMI secara transparan bukan secara tertutup seperti selama ini.
"Kita pernah melakukan kebijakan pencegahan pengiriman Calon PMI secara non prosedural sejak tahun 2017-2019 saat masih jabat Dirjen Imigrasi," jelas pemilik dua bintang emas ini.
Kemudian pada tahun 2017 Ditjen Imigrasi mendapatkan Award dan Kemenlu atas upaya pencegahan pengiriman PMI non prosedural dengan cara menunda pemberian paspor bagi Calon PMI non prosedur di 125 Kantor Imigrasi se-Indonesia.
"Akhir tahun 2017 ada sekitar 6.000 Calon PMI yang bisa dicegah ke luar negeri," bebernya.
Kalu pada tahun 2019 sekitar 20.000 orang PMI yang berhasil dicegah ke luar negeri oleh 127 Kantor Imigrasi di Indonesia.
"Sehingga Dirjen Imigrasi mendapatkan Bintang Jasa Utama langsung dari Bapak Presiden Jokowi di Istana Negera pada 15 Agustus 2019," ungkapnya.
"Pesan yang ingin saya sampaikan disini adalah upaya pencegahan terjadinya PMI sebagai korban perdagangan orang dengan modus operandi memberi pekerjaan di luar negeri harus dilakukan secara bekerja sama dengan stakeholders terkait, tidak bisa hanya dilakukan dengan cara memberikan himbauan semata oleh Pemda Kabupaten Minut atau menunggu terjadinya korban baru memberikan bantuan untuk pemulangan PMI korban dari luar negeri," pesannya.
Jenderal mengaku siap membantu untuk memberikan masukan dan gambaran tentang bagaimana cara melakukan upaya pencegahan terjadinya korban perdagangan orang dengan modus operandi memanfaatkan pemberian bantuan kerja ke luar negeri.
Terutama Calon PMI yang mau bekerja di luar negeri berasal dari desa atau kelurahan.
"Tentunya semua Pemda Kabupaten dan Kota mulai dari Kepala Dinas Ketenagakerjaan, Camat, Hukumtua / Lurah, Ketua Lingkungan (Kepala Jaga/Pala) bisa berupaya melakukan pencegahan perdagangan orang dengan modus operandi memberikan iming-iming tawaran untuk bekerja diluar negeri, namun tidak sesuai prosedur yang diatur oleh Kementerian Tenaga Kerja dan BP2MI (Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia)," jelasnya.
Oleh karena itu, para Bupati dan Wali Kota bisa meminta daftar job oreder dari negara tujuan bekerja melalui koordinasi informasi tersebut dari Kemenaker dan BP2MI.
Informasi tentang job order dari negera tujuan jangan hanya disimpan dan dibagikan oleh Kemnaker dan BP2MI kepada P3MI.
"Seyogyanya informasi tentang adanya job order dari luar negeri dibagikan juga kapada Pemda Kabupaten dan Kota, sehingga bisa dijadikan dasar dalam upaya membantu perekrutan calon tenaga kerja (Calon PMI) yang akan bekerja ke luar negeri," jelas Caleg DPR RI Dapil Sulut nomor urut tiga dari Partai Golkar.
Tambahnya, kalau P3MI tidak mau bekerjasama dengan Pemda Kabupaten dan Kota, maka perlu dicurigai kinerja P3MI yang dikhawatirkan justru terlibat mafia perdagangan orang yang hanya menginginkan Calon PMI tanpa dilengkapi visa untuk bekerja dari negara tujuan berdasarkan job order yang diberikan negara tujuan bekerja tersebut.
Marijo torang perkuat kerjasama lintas instansi yang melibatkan semua stakeholders untuk menutup celah mafia perdagangan orang yang selalu memanfaatkan para calon Pekerja Migran Indonesia dengan iming-iming pekerjaan di luar negeri, namun tidak dilengkapi secara prosedur administrasi yang dapat mengamankan setiap calon PMI yang akan bekerja ke luar negeri," ajaknya.
Pedoman kerjasama yang bisa dijadikan dasar adalah UU No 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2020 Tentang Tata Cara Penempatan Pekerja Migran Indonesia Oleh Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia serta Peraturan Pemerintah No 59 tahun 2021 tentang pelaksanaan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia untuk lebih menjamin Pelindungan Pekerja Migran Indonesia dan Keluarganya sebagaimana di atur dalam Konferensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.
"Upaya yang telah dilakukan oleh Pemda Kabupaten Minut ini perlu torang kase apreasiasi, agar Pemda Kabupaten lainnya bisa mencontoh dan melakukan upaya serupa," ujar penulis buku berjudul Exit Strategy Polemik Migran Indonesia.
Namun demikian, lebih dari itu, perlu dilakukan upaya pencegahan terjadinya pengiriman Calon Pekerja Migran Indonesia asal Sulut ke luar negeri, kalau cara pengirimannya dilakukan oleh mafia perdagangan orang yang menyamar sebagai Pengusaha Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
"Upaya yang lebih awal bisa dengan cara pre-emtif, yaitu memberikan penguatan informasi dan juga pelatihan khusus secara lebih dini di Sekolah-Sekolah seperti SMK (yang siap bekerja) dan Perguruan Tinggi terutama Politeknik yang mendidik calon tenaga kerja yang siap bekerja," tandasnya.