LATEST POST

latest

Ronny Sompie Support Penuh Pernyataan Petrus Golose, Ini Usulan yang Diberikan

Selasa, 18 Juli 2023

/ by Nanang

 


Irjen Pol (Purn) Ronny Sompie (Kiri) Komjen Petrus Golose (Kanan) 


EXPRESSINDONEWS- Mantan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Irjen Pol (Purn) DR. Ronny Franky Sompie, SH.MH. Mendukung penuh pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) RI. Komjen Pol. DR. Petrus Reinhard Golose. 


Dalam memberantas kejahatan para narapidana narkotika yang berusaha mengendalikan peredaran obat terlarang dari dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).


Irjen Pol Purn Ronny Franky Sompie, menyebutkan di lapas, mereka banyak yang menjalani hukuman mati dan penjara seumur hidup, namun mereka tetap berusaha mengelabui petugas lapas dengan caranya untuk mengontrol (narkotika), sebut Mantan Kadiv Humas Polri ini saat mengutip pernyataan Kepala BNN RI Komjen Pol. Petrus Golose, dalam kegiatan ‘Shooting Against Drugs’ di Lapangan Tembak Polda Bali Tohpati, Denpasar, Bali, Sabtu (24/06/2023).


Sehingga menurut Sompie, mencapai 60% - 70% adalah napi yang terlibat tindak pidana narkotika adalah narapidana yang masuk di lembaga pemasyarakatan. 


Maka demikian, saya sependapat dengan Kepala BNN RI yang menjelaskan perlunya BNN RI terus memperkuat kolaborasi dan koordinasi dengan Kemenkumham RI yang membawahi fungsi Lembaga Pemasyarakatan 


Dalam rangka mencegah terjadinya pengendalian kegiatan peredaran gelap narkotika melalui Lembaga Pemasyarakatan oleh para Bandar Narkotika," ucap mantan Kapolda Bali di tahun 2015 ini. 


"Artinya, pengawasan dan pengendalian terhadap para Bandar Narkotika termasuk yang sedang menjalani hukuman penjara di dalam LAPAS dan RUTAN perlu dilakukan secara sinergis dan komprehensif. 


Tidak bisa dibebankan kepada Petugas LAPAS saja, perlu kerjasama yg kolaboratif dan koordinatif, agar tidak ada celah bagi sindikat pelaku kejahatan peredaran gelap narkotika dan penyalahgunaan narkotika yang memanfaatkan LAPAS sebagai sarana kejahatan. 


Lebih lanjut dijelaskan Fungsionaris besutan Ketum Airlangga Hatarto ini,  Bagaimana mungkin mafia peredaran gelap narkotika bisa memanfaatkan LAPAS sebagai sarana yang memudahkan kegiatan mereka mengendalikannya dari dalam LAPAS, kalau narkotika yang diedarkan tersebut, bisa dicegah masuk ke Indonesia dari lokasi produksinya di luar negeri. 


"Kita pahami saja dari berbagai keberhasilan pengungkapan terhadap peredaran gelap narkotika baik oleh BNN RI maupun oleh POLRI dan BEA CUKAI, 


Seringkali ditemukan di perbatasan negara baik laut (melalui kapal laut dan peti kemas di pelabuhan laut Internasional), udara (di Bandara Internasional) dan darat yang masuk secara ilegal dari luar negeri," jelas Sompie yang juga mantan Dirjen Imigrasi Kementrian Hukum dan Ham RI ini.


"Dengan demikian, perkuatan pencegahan masuknya narkotika dari luar negeri haruslah di perbatasan negara baik laut, udara maupun darat bukan hanya terhadap pengendalian oleh para bandar dari dalam LAPAS. 


Mengapa demikian ?


Diungkapkan Sompie, Karena bagaimana mungkin narkotika bisa dikendalikan dari dalam LAPAS kalau narkotika tersebut bisa dicegah agar tidak bisa masuk dari luar negeri. 


Dengan begitu, upaya terbaik oleh seluruh perangkat aparat penegak hukum yang berkompeten melakukan pencegahan masuknya narkotika dari luar negeri harus dikerahkan secara bahu membahu tanpa ada ego sektoral apalagi saling menuding dan mencari kambing hitam satu sama lainnya. 


"Mengapa Singapore dan Australia berhasil mencegah masuknya narkotika ke negara mereka ? Itu disebabkan upaya kedua negara untuk memperkuat _border security dan border protection_ sudah sangat kuat dengan bersatunya tiga instansi yang bertugas di perbatasan negara, 


Yaitu imigrasi, bea cukai dan karantina menjadi satu instansi yang sangat kuat menjaga di perbatasan terhadap masuk dan keluarnya orang yang mengendalikan dan membawa barang ilegal dari luar negeri ke Singapore dan Australia," ungakp penulis Buku dengan judul Exit Strategy Polemik Migran Indonesia. 


Lebih lanjut Sompie menambahkan, Singapore sejak 10 tahun silam telah membentuk Immigration And Checkpoints Authority (ICA) yang memperkuat kemampuan border security dan border protection di perbatasan negaranya baik di Changi Airport, Perbatasan darat dengan Johor Malaysia juga di pelabuhan internasionalnya. 


"Demikian juga Australia pada saat yang sama telah membentuk Australian Border Force yang menyatukan Imigrasi, Bea Cukai dan Karantina juga Kemampuan Tentara yang memback up kapal-kapal patroli lautnya di perbatasan laut dengan Indonesia. 


Bagaimana dengan Indonesia ?


Indonesia masih saja berkutat pada ego sektoral masing-masing instansi baik Imigrasi, Bea Cukai maupun Karantina yang bertugas masing-masing di semua perbatasan darat, laut dan udara di seluruh Indonesia. 


"Perlu ada kebijakan yang TOP DOWN dari Presiden RI didukung oleh DPR RI untuk menetapkan penyatuan tiga kekuatan instansi terpisah tersebut untuk menjadi satu kekuatan di perbatasan dengan nama Badan Pengawasan dan Pengelolaan Perbatasan (BP3) yang membawahi Imigrasi 


(selain urusan paspor, visa dan izin tinggal), Bea Cukai (selain urusan pajak dan cukai) juga Karantina. Kalau perlu ada perbantuan TNI dan POLRI yang bisa memperkuat kekuatan pengamanan di perbatasan Laut, Udara dan Darat," sebut Sompie


"Kalau perlu, BNPP dan BAKAMLA bisa dilebur menjadi satu instansi untuk mewadahi penguatan pengawasan dan penegakan hukum di perbatasan melalui penyatuan Imigrasi, Bea Cukai dan Karantina. 


Kita perlu belajar dari pengalaman dua negara tetangga kita baik Singapore maupun Australia yang juga berhasil mencegah masuknya perdagangan orang dan penyelundupan manusia dengan berkedok pencari suaka dan pengungsi sejak 10 tahun belakangan ini," pungkas Putra asal Tonsea Minut ini. (***) 

Don't Miss
© all rights reserved
made with www.expressindonews.com