EXPRESSINDONEWS-- Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) ODSK kembali menjadi api dalam sekam dan memantik kemarahan publik.
Di balik label proyek pelayanan kesehatan, terselip dugaan permainan kotor anggaran, manipulasi spesifikasi teknis, hingga aroma bancakan dana yang menyeret nama pelaksana proyek, CV Bimantara (Bersih Maju Sejahtera).tttttttt
Informasi yang dihimpun media ini dari sumber terpercaya yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengungkap bahwa proyek bernilai Rp11 miliar tersebut terindikasi bermasalah serius pada struktur konstruksi. Tiang bangunan yang semestinya menggunakan besi standar D420, diduga hanya dipasang besi D280. Selisih spesifikasi ini bukan persoalan teknis biasa, melainkan menyangkut daya tahan bangunan dan keselamatan pasien di masa depan. Dugaan penurunan mutu material tersebut berpotensi melemahkan konstruksi sekaligus membuka ruang kerugian keuangan negara dalam jumlah besar.
Tak berhenti di situ, indikasi manipulasi juga mencuat pada pekerjaan cutting tanah. Volume pekerjaan yang seharusnya hanya 40 red, diduga “disulap” menjadi 100 red oleh pihak pelaksana. Jika temuan ini benar, maka praktik tersebut patut diduga sebagai mark-up terang-terangan yang merampok uang rakyat secara sistematis.
Ironisnya, proyek strategis ini turut dikaitkan dengan nama besar Gubernur Sulawesi Utara, bahkan beredar dugaan adanya aliran dana yang menyerempet lingkaran kekuasaan. Isu ini tentu tidak bisa dianggap sepele dan menuntut pembuktian serius dari aparat penegak hukum.
Dalam upaya konfirmasi, pihak RSUD ODSK melalui PATK yang bernama Chiko sempat menyampaikan kepada media ini bahwa temuan tersebut akan diteruskan kepada Ibu Direktur Utama. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada satu pun klarifikasi resmi yang disampaikan kepada publik. Bahkan, saat media ini kembali meminta penjelasan lanjutan, nomor kontak media justru diblokir oleh Direktur Utama RSUD ODSK, sehingga memperkuat kesan tertutupnya pengelolaan informasi proyek tersebut.
Sementara itu, Noldy, yang disebut sebagai pengawas proyek, mengakui adanya pembelian besi dengan spesifikasi D280.
“Yah pak, saya hanya sebagai mandor proyek, jadi itu bukan saya yang mengurusnya,” ujar Noldy singkat, seolah melepaskan tanggung jawab atas penggunaan material yang kini dipersoalkan publik.
Sikap saling lempar tanggung jawab ini semakin mempertebal tanda tanya. Pasalnya, hingga kini baik pengelola proyek maupun instansi terkait dinilai enggan memberikan pernyataan resmi, menimbulkan dugaan kuat bahwa proyek ini memang menyimpan persoalan serius yang sengaja ditutup rapat.
Ada juga, saat dikonfirmasi ke PATK Chiko melemparkan tanggungjawab tersebut ke Oknum Anggota Kejati Sulut.
"Maaf pak untuk Komunikasi selanjutnya dengan pak Agustinus," Tulis Chiko dalam pesan Via Whatsapp.
Ironisnya, proyek tersebut yang mempunyai pengawasan dari katanya dari pihak Kejati Sulut terkesan lemah.
Pasalnya, temuan-temuan tersebut malah didapati pihak media terlebih dahulu. Jika pekerjaan tersebut dengan benar, seharusnya kesalahan-kesalahan tekni seperti bisa langsung dicegat.
Saat dikonfirmasi ke Oknum Jaksa agustinus mengatakan bahwa benar proyek tersebut dalam pengawasan Pihak Kejati.
"Terimakasih untuk informasinya, kami di sini benar mengawasi proyek tersebut dan kami mempunyai Ketua Tim yakni pak Oyi Kurniasega," Katanya.
Dalam pusaran kasus ini, nama Kto Emon yang menjadi pemeran utama. Ia diduga menjadi aktor kunci yang mengendalikan arus dana sekaligus pelaksanaan teknis proyek. Upaya konfirmasi media ini kepada Ko Emon—yang diketahui menerima kuasa dari CV Bimantara—berujung buntu. Hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan memilih bungkam dan menghilang dari upaya konfirmasi.
Ironisnya, Hans, Direktur CV Bimantara, justru mengakui bahwa pengelolaan dana proyek berada di tangan Ko Emon. Pengakuan ini semakin memperkuat dugaan bahwa Ko Emon bukan sekadar pelengkap, melainkan pengendali utama proyek yang kini disorot publik. Bahkan beredar informasi bahwa Hans diduga telah menerima fee dari pekerjaan tersebut, meski proyek masih menyisakan banyak persoalan.
Di sisi lain, Direktur Utama RSUD ODSK, dr. Lidya Tulus, juga telah dimintai klarifikasi resmi terkait dugaan penggunaan material di luar spesifikasi. Namun hingga kini, belum ada pernyataan tertulis maupun penjelasan terbuka kepada publik.
“Ini proyek didampingi tim Asintel Kejati, nanti hari Senin datang ke kantor saat jam kerja,” ujar dr. Lidya singkat.
Sementara itu, media ini juga mengaku sebelumnya dihubungi oleh orang terdekat Ko Emon untuk membicarakan temuan-temuan tersebut lebih lanjut, namun belum membuahkan kejelasan substansi.
Atas rentetan dugaan ini, desakan publik semakin menguat. Sejumlah pihak meminta agar proyek pembangunan gedung RSUD ODSK dievaluasi total, bahkan mendorong agar konstruksi yang telah berdiri dibongkar dan dikerjakan ulang sesuai spesifikasi teknis awal. Proyek ini menggunakan uang negara, bukan dana pribadi, sehingga wajib dikelola secara transparan, jujur, dan akuntabel.
Media ini menegaskan akan terus melakukan penelusuran mendalam serta konfirmasi lanjutan kepada seluruh pihak terkait, termasuk instansi pengawas dan aparat penegak hukum. Publik berhak mengetahui ke mana uang rakyat mengalir dan siapa yang harus bertanggung jawab, agar proyek rumah sakit—yang seharusnya menjadi simbol pelayanan dan harapan—tidak berubah menjadi monumen dugaan korupsi. (***)









