EXPRESSINDONEWS-- Pernyataan tegas Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sulawesi Utara, Fransiscus Maidongka, bahwa izin usaha pertambangan PT HWR telah berakhir, justru memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa aktivitas tambang di lapangan masih terus berlangsung tanpa hambatan?
Fakta tersebut menjadi alarm keras atas dugaan pembiaran sistematis terhadap praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang berlangsung terang-terangan di wilayah Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara.
Berdasarkan regulasi, perusahaan tambang yang tidak lagi mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta tidak memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disahkan, kehilangan seluruh dasar hukum untuk beroperasi. Namun realitas di lapangan justru menunjukkan ironi yang mencolok.
Dokumen perizinan PT HWR diketahui telah kedaluwarsa, sementara pengajuan RKAB perusahaan tersebut dilaporkan ditolak sejak tahun 2023. Meski demikian, berbagai laporan masyarakat dan hasil pemantauan mengindikasikan aktivitas pertambangan masih berjalan aktif.
Kondisi ini memunculkan dugaan serius adanya pembohongan publik, lemahnya pengawasan, hingga potensi keterlibatan oknum yang memiliki kewenangan.
“Jika izinnya sudah mati, maka tidak ada alasan apa pun aktivitas tambang masih berlangsung. Satu alat berat pun seharusnya tidak boleh beroperasi,” tegas seorang pemerhati lingkungan di Sulawesi Utara.
Padahal, Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba secara jelas mengatur bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin terancam pidana penjara hingga lima tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Namun di Minahasa Tenggara, ancaman hukum tersebut seolah kehilangan daya gentarnya.
Aktivitas tambang emas ilegal berskala besar diduga berjalan terbuka, mulai dari penggunaan puluhan alat berat, pembangunan bak penyiraman, hingga fasilitas pengolahan emas. Semua itu berlangsung nyaris tanpa penindakan berarti.
Maraknya PETI berskala besar hampir mustahil terjadi tanpa sokongan modal kuat dan jaringan yang terorganisir. Sejumlah media daring bahkan menyoroti dugaan adanya aktor intelektual dan pemodal besar atau cukong yang bermain di balik layar.
“Mustahil excavator bekerja siang-malam, hutan rusak, dan pengolahan emas berlangsung terbuka tanpa diketahui aparat,” ungkap seorang warga yang meminta identitasnya dirahasiakan, Sabtu (13/12/2025).
Selain merugikan negara dari sisi ekonomi dan penerimaan pajak, aktivitas tambang ilegal ini berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan permanen, pencemaran air, longsor, serta bencana ekologis yang dampaknya akan ditanggung masyarakat dalam jangka panjang.
Warga Minahasa Tenggara kini hidup dalam bayang-bayang risiko, sementara penegakan hukum dinilai belum menyentuh akar persoalan.
Di bawah kepemimpinan Gubernur Sulawesi Utara yang baru, Jenderal TNI (Purn) Yulius Selvanus Komaling (YSK), publik menaruh harapan besar adanya pembersihan menyeluruh terhadap praktik tambang ilegal, tanpa pandang bulu.
Desakan juga menguat agar Polda Sulawesi Utara berani mengambil langkah tegas dan terukur, sejalan dengan pernyataan keras Presiden RI Prabowo Subianto terkait pemberantasan aktivitas ilegal yang merugikan negara.
Kasus dugaan tambang ilegal PT HWR kini bukan sekadar persoalan izin semata, melainkan ujian nyata keberanian negara dalam menegakkan hukum. Jika izin sudah mati namun tambang tetap hidup, maka yang patut dipertanyakan bukan hanya pelaku, tetapi sistem yang membiarkannya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT HWR belum berhasil dikonfirmasi untuk memberikan keterangan resmi.(***)

.jpg)





